, Indonesia
483 views
From left to right: Budi Primawan, vice chairperson of the Indonesian e-commerce association (idEA), Teresa Wibowo, CEO of Ruparupa (Kawan Lama Group), Alfin Lie, vice president for Sales at Bhinneka, and Reynard Praharsa, Chief Operation at MDI Training

Teknologi dan personalisasi mendorong e-commerce di Indonesia

3 eksekutif ritel membandingkan catatan tentang pertumbuhan pesat e-commerce yang didorong oleh teknologi di Retail Asia Forum.

 

Dengan e-commerce yang diperkirakan akan terus tumbuh pesat di Indonesia, sebuah laporan oleh GlobalData memprediksi lonjakan 15,5% di pasar untuk 2024, didorong oleh pergeseran menuju belanja online.

Pasar melihat peningkatan 18,3% pada 2023, mencapai $37,6 miliar (Rp573 triliun), dan diproyeksikan akan mencapai $43,4 miliar (Rp661,9 triliun) tahun ini, menunjukkan semakin populernya e-commerce di kalangan orang Indonesia.

Senada, Budi Primawan, wakil ketua asosiasi e-commerce Indonesia (idEA), yang mengamati  lanskap e-commerce di Indonesia terus berkembang dengan pembeli yang semakin terbiasa memesan barang secara online dari mana saja.

“Demikian pula, UMKM kini dapat menjual tanpa perlu memiliki toko fisik,” kata Budi dalam diskusi panel bertajuk “Merevolusi Ritel: Pendekatan Inovatif Menuju Kesuksesan E-commerce” di Retail Asia Forum baru-baru ini di Jakarta.

Panel juga membahas tren dan strategi dalam e-commerce, termasuk penggunaan teknologi terbaru untuk meningkatkan pengalaman pembeli dan persaingan antara saluran offline dan online.

Panelis terdiri dari Alfin Lie, wakil presiden untuk sales di Bhinneka, dan Teresa Wibowo, CEO Ruparupa (Kawan Lama Group). Bersama Budi di panel, diskusi ini dimoderatori oleh Reynard Praharsa, Chief Operation di MDI Training.

Personalisasi belanja

Budi, yang juga wakil presiden untuk government affair di Lazada Indonesia, menyampaikan peran penting teknologi, khususnya AI dalam meningkatkan pengalaman pengguna.

Sejak 2016, AI telah digunakan dalam e-commerce, tetapi dampak signifikan AI menjadi  begitu signifikan pada akhir 2022 dengan peluncuran ChatGPT. Budi menjelaskan bahwa algoritma AI di pasar membantu menampilkan produk yang relevan dengan pencarian konsumen, memudahkan mereka untuk menemukan apa yang mereka butuhkan.

Dalam layanan on-demand seperti pengiriman makanan dari GrabFood atau GoFood, teknologi backend yang dikombinasikan dengan smartphone membantu pengguna menemukan restoran terdekat.

“Selain itu, teknologi digunakan dalam logistik untuk membantu manajemen rute bagi kurir, mempercepat dan menyederhanakan pengiriman,” kata Budi.

Laporan GlobalData menunjukkan bahwa pertumbuhan e-commerce meluas di luar kota-kota besar, dengan kota-kota tier 2 dan tier 3 mengadopsi e-commerce yang signifikan, dibantu oleh infrastruktur digital dan logistik yang lebih baik.

Teresa, CEO Ruparupa, membawa diskusi ke penerapan teknologi baru untuk meningkatkan pengalaman berbelanja.

Sebagai platform e-commerce yang mengintegrasikan berbagai perusahaan di bawah Kawan Lama Group seperti Ace, Informa, dan Toys Kingdom, Ruparupa menawarkan pengalaman omni-channel dengan lebih dari 600 toko terintegrasi.

Dengan memanfaatkan algoritma, machine learning, dan AI, Ruparupa memberikan pengalaman personalisasi bagi pembeli, membantu mereka menemukan produk yang diinginkan dengan lebih mudah.

“Terkait teknologi untuk e-commerce, awalnya kami berdiskusi apakah akan buy atau build,” kenang Teresa. “Di Ruparupa, kami awalnya membeli teknologi tetapi sekarang telah membangunnya sendiri untuk memberikan personalisasi yang mendalam. Kami bisa membaca (data) untuk menentukan pembeli mana yang ingin membeli mainan, alat, atau perabot, dan dengan bantuan AI, kami bisa mengarahkan mereka untuk menemukan apa yang mereka inginkan.”

Alfin dari Bhinneka berbagi perspektif berbeda. Bhinneka, yang fokus pada segmen B2B (business-to-business), memulai sebagai platform e-commerce IT pertama di Indonesia dan kini melayani pasar B2B dan B2C (business-to-consumer) dengan produk di bidang IT, MRO, serta solusi dan layanan.

“Dalam B2B, personalisasi berbeda karena proses pembelian bersifat wajib, jadi kami menyesuaikan dengan bagaimana pelanggan ingin melanjutkan. Misalnya, pelanggan kami sering membutuhkan penawaran harga, jadi kami menawarkan fitur e-quotation bagi mereka untuk menghasilkan sendiri apa yang mereka butuhkan untuk dibeli,” jelas Alfin.

Selain itu, pelanggan B2B memerlukan lebih banyak opsi pembayaran, tidak hanya tunai. Oleh karena itu, perusahaan bekerja sama dengan layanan keuangan seperti fintech untuk menyediakan syarat pembayaran yang dipersonalisasi untuk setiap pelanggan.'

“Misalnya, beberapa pelanggan memerlukan jangka waktu pembayaran yang lebih lama, sementara yang lain membayar secara tunai,” kata Alfin.

Persaingan offline dan online

Para panelis juga membahas perbedaan dan persaingan antara toko offline dan online. Teresa mencatat bahwa meskipun awalnya ada kekhawatiran tentang persaingan ini, toko offline sekarang mendapatkan manfaat dari pesanan online. Sebab, toko offlinemenjangkau pelanggan baru di area yang sebelumnya belum terjamah.

Mengenai perbedaan harga antara offline dan online, Budi menjelaskan bahwa berbagai faktor mempengaruhi harga, termasuk biaya sewa toko dan biaya pengiriman.

Alfin menekankan pentingnya mempertahankan loyalitas pelanggan dalam B2B. Untuk mencapai itu, “Bhinneka menggunakan kombinasi teknologi dan interaksi manusia untuk memberikan layanan yang personal dan terpercaya,” katanya. Ini mencerminkan tujuan mereka untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dengan komitmen terhadap metrik keuangan, efisiensi operasional, dan customer-first terlebih dahulu.

Menjelang akhir sesi di forum Jakarta, para panelis mengidentifikasi tren utama masa depan dalam e-commerce. Budi menyebutkan peningkatan penggunaan teknologi, kemajuan dalam logistik, dan kebutuhan akan kenyamanan belanja yang semakin meningkat sebagai tren utama.

Sementara itu, Teresa mengatakan bahwa personalisasi, pengalaman omni-channel yang mulus, dan belanja langsung (live shopping) akan menjadi tren penting.

Alfin, di sisi lain, menekankan pentingnya para pelaku e-commerce untuk beradaptasi, pentingnya data sebagai “new oil,” dan keseimbangan antara pengalaman online dan offline.

Ke depan, e-commerce diperkirakan akan terus tumbuh pesat, didorong oleh teknologi dan kebutuhan akan pengalaman berbelanja yang lebih baik. Kombinasi inovasi teknologi, pemahaman mendalam tentang kebutuhan pelanggan, dan adaptasi pasar adalah kunci untuk tetap relevan dan sukses dalam industri ini.

K3Mart memadukan budaya Korea dan produk UMKM lokal dalam satu gerai

Convenience store itu menyediakan perbandingan produk impor dan produk lokal sebesar 50:50 di 30 outlet mereka.

Meningkatkan penelusuran dan efisiensi manajemen inventaris dengan barcode 2D GS1

Barcode 2D ini berfungsi sebagai penyimpanan data yang kompak.

The Coffee Bean & Tea Leaf menyeimbangkan kualitas dan kenyamanan melalui produk ritel

Mereka memperluas rangkaian produk termasuk berbagai kopi single-origin yang disesuaikan dengan preferensi pemanggangan yang berbeda.

KCG menguasai brand positioning untuk segmen premium di Indonesia

Mereka mengadopsi solusi berbasis teknologi terbaru untuk sukses mengelola 92 toko ritel di 20 kota di Indonesia.

Ini alasan brand-brand mewah meningkatkan investasi AI

Sektor ini telah menginvestasikan lebih dari $360 juta dalam AI selama tiga tahun terakhir.

Bacha Coffee menguasai retail kaya sensorik di Jakarta

Memadukan warisan dan kemewahan, Bacha Coffee Plaza Senayan menghadirkan pengalaman unik bagi pecinta kopi Indonesia.

Bagaimana WCT Malls meningkatkan penjualan tenant melalui pemasaran terarah

Melalui pemasaran terarah, mal ini meningkatkan penjualan tenant dan tingkat okupansi.

Langkah besar untuk GOPIZZA: 2.000 toko di akhir 2024

CEO GOPIZZA bertujuan menjadikan brand tersebut sebagai pizza terjangkau  dan terbaik dari Asia Tenggara ke seluruh dunia.

Peritel harus bersiap untuk ‘commerce tanpa batas’

Ahli dari KPMG memprediksi akhir dari perbedaan ritel online dan offline seiring dinamika keterlibatan konsumen.