, India
1338 views
Photo by Still Pixels: https://www.pexels.com/photo/flag-of-india-3699921/

Lokalisme meningkat di kalangan konsumen India

Produk lokal menawarkan value for money yang lebih baik dan lebih sesuai dengan prioritas konsumen.

Konsumen India menempatkan prioritas tinggi pada brand yang menawarkan lebih baik dan mempertimbangkan upaya yang etis dan berkelanjutan. Dengan demikian, mereka lebih memilih untuk membeli lebih banyak dari merek lokal daripada brand impor karena dianggap lebih sesuai dengan harapan konsumen.

Pola pikir ‘lokalisme’

Saptarshi Banerjee, senior analyst di Mintel, mengatakan pola pikir “lokalisme” yang berkembang didorong oleh generasi muda. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan bahwa 44% generasi muda milenial dan 40% Gen Z menyatakan bahwa brand impor yang mendukung komunitas lokal menarik bagi mereka.

“Kami telah melihat peningkatan inisiatif etis dan berkelanjutan. Konsumen semakin melirik brand asing yang mendukung bisnis lokal yang juga memodifikasi produk mereka sesuai kebutuhan lokal,” kata Banerjee kepada Retail Asia.

Selain itu, pandemi telah meningkatkan kecenderungan konsumen terhadap kesehatan dan kesejahteraan, dengan konsumen India secara khusus menganggap produk impor kurang sehat dan kurang hemat dibandingkan brand lokal, katanya.

Dalam pembelian f&b, misalnya, empat dari 10 konsumen India berpendapat lebih baik membeli dari brand India daripada merek internasional selama pandemi.

Sebuah laporan Mintel juga menemukan bahwa 45% konsumen India membeli produk perawatan pribadi dari brand lokal dalam enam bulan terakhir hingga Mei 2022 dibandingkan dengan hanya 19% yang membeli dari brand impor. Sekitar 42% juga membeli pakaian dan/atau aksesori dari brand lokal dan 19% dari brand impor.

Pada kategori produk kecantikan dan/atau kosmetik, 36% dibeli dari brand lokal, dan 23% dari brand impor.

Konsumen di India juga lebih sadar akan dampak pembelian mereka terhadap lingkungan dan masyarakat dan kini memilih untuk membeli produk dan brand yang sejalan dengan prioritas dan nilai mereka.

Puneet Mansukhani, partner di KPMG di India, menjelaskan bahwa konsumen ini menunjukkan kesediaan untuk mengeluarkan biaya tambahan untuk produk yang sejalan dengan prinsip "bertanggung jawab terhadap lingkungan, etis secara sosial, dan berkelanjutan secara ekonomi".

Untuk membangkitkan minat konsumen tersebut, Mansukhani mengatakan “brand lokal memprioritaskan penelusuran dan sumber bahan mentah yang etis demi  memberikan informasi yang tepat kepada pelanggan mereka, sehingga hal itu akan membangun kepercayaan dan loyalitas mereka.”

Mendorong pertumbuhan brand lokal

Preferensi untuk produk buatan lokal juga didorong oleh faktor ekonomi, khususnya perang Rusia-Ukraina, yang memperburuk masalah rantai pasok akibat pandemi, kata Banerjee.

Faktor-faktor ini menyebabkan kenaikan biaya barang impor yang membuatnya lebih mahal daripada produk lokal dan kenaikan biaya hidup secara global.

“Dalam hal ketidakpastian keuangan baru-baru ini dan meningkatnya gangguan geopolitik global, konsumen akan lebih tertarik pada brand dan produk yang menanamkan sense of belonging dan komunitas di antara mereka,” kata Banerjee. “Itulah faktor-faktor yang akan meningkatkan serapan produk lokal.”

Pemerintah India juga mendukung brand lokal dengan meluncurkan inisiatif seperti Make in India dan Vocal for Local yang berkontribusi mendorong peralihan orang India ke brand-brand lokal, kata Mansukhani.

Brand lokal terlihat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pasar lokal serta kebutuhan, selera, dan preferensi mereka karena brand lokal lebih cenderung menggunakan bahan yang tersedia secara lokal, sehingga memberikan “pengalaman eksklusif dan autentik”.

“Saat ini, ketersediaan berbagai brand lokal telah memberikan kemungkinan pilihan bagi konsumen berpenghasilan menengah. Kebanggaan dan keterjangkauan nasional juga menjadi salah satu alasan yang mendorong pergeseran ini,” katanya.

Brand impor kurang terlihat

Brand impor juga memiliki diferensiasi dan visibilitas yang rendah di India, kata Banerjee. Menurut laporan Mintel, sekitar 32% konsumen menyebutkan kesulitan dalam membedakan produk India dari produk impor berdasarkan kemasannya.

Ini sebagian besar karena brand global memproduksi produk mereka di India, bersaing dengan brand lokal di segmen premium dan “menawarkan kualitas unggul sebagai manfaat tambahan”, yang mencakup klaim etis dan berkelanjutan.

Mintel mengatakan bahwa sekitar proporsi yang sama dari konsumen mengatakan bahwa bagian khusus untuk produk impor harus dialokasikan di situs belanja online, dengan beberapa konsumen mengatakan peritel juga harus membuat produk impor lebih menonjol di toko fisik.

“Ada lebih sedikit toko ritel fisik di India yang menyimpan sebagian besar produk impor selain di kota dan perkotaan, dan juga sedikit platform online tempat produk impor diklasifikasikan secara terpisah,” kata Banerjee.

Menembus pasar India

Meningkatnya penggunaan internet menghadirkan peluang bagi brand  impor untuk memikat konsumen muda di kota-kota kelas bawah, kata Banerjee. Mengutip data Mintel, dia mengatakan 48% Gen Z di kota Tier 2 mengasosiasikan kualitas premium dengan brand  impor.

“Brand dapat memanfaatkan media sosial dan memanfaatkan minat mereka (misalnya gim) dalam menguji konsep produk dan menemukan cara baru untuk melibatkan kelompok ini,” kata Banerjee kepada Retail Asia.

Poin menarik yang dibagikan oleh Angshuman Bhattacharya, national leader consumer product & retail sector Ernst & Young India, adalah bahwa konsumen India tidak memiliki “ketertarikan terhadap brand”. Sebaliknya, mereka "aware dengan nilai yang ditawarkan brand kepada konsumen," katanya.

Bhattacharya menambahkan bahwa perusahaan multinasional seperti Unilever, P&G, dan L'Oreal, antara lain, berhasil menerapkan operasional di India dengan fokus pada konsumen lokal alih-alih memanfaatkan  “global".

Kuncinya adalah brand impor memberikan pilihan yang lebih beragam kepada konsumen karena pilihan brand yang tersedia di India masih terbatas dibandingkan dengan pasar lain di kawasan ini, kata Bhattacharya. Dia menambahkan bahwa kemitraan distribusi juga akan membantu dalam menjangkau lebih banyak pelanggan dan meningkatkan skala dan profitabilitas mereka.

Menargetkan selera lokal

Karena brand India dianggap lebih sehat daripada brand impor, bisnis global juga dapat memanfaatkan tren ini dalam meluncurkan produk baru, kata Banerjee.

Misalnya, McDonald's India meluncurkan Turmeric Latte dan Masala Kadak Chai di menu McCafe mereka. Minuman ini menggunakan ramuan tradisional seperti kunyit dan jahe yang baik untuk tubuh.

Dia juga mengatakan bahwa brand impor harus menyasar komunitas regional dengan menghadirkan rasa yang populer di kalangan orang India seperti KFC India yang menambahkan Biryani Bucket ke dalam menunya.

Mansukhani mengatakan pendekatan satu ukuran untuk semua dalam menjangkau konsumen tidak mungkin berhasil karena India adalah pasar yang sangat beragam.

“Penting bagi brand impor untuk memiliki pendekatan lokal dalam memenuhi karakteristik unik pasar India,” katanya.

Mansukhani mengatakan segmentasi pelanggan dan pemahaman selera lokal akan sangat penting bagi brand, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti geografi, demografi, dan psikografi.

Mereka juga harus menjajaki berbagai jaringan distribusi untuk menjangkau lebih banyak audiens dan meningkatkan efisiensi rantai pasokan, terutama saat online demi membangun “identitas lokal”.

“Lebih dari ketersediaan dan keterjangkauan, visibilitas merupakan faktor penting di pasar ini. Di pasar yang besar dan beragam seperti India, jika pelanggan bahkan tidak menyadari keberadaan suatu merek, membangun kehadiran yang solid di pasar menjadi semakin sulit,” katanya.

Peluang brand lokal

Selain mengadopsi  pemasaran digital baru untuk memperluas basis pelanggan mereka, brand lokal harus fokus untuk memperkuat identitas mereka “yang selaras dengan konsumen India” dalam mempertahankan pijakan yang kuat, kata Mansukhani.

Hal ini dapat dilakukan dengan meluncurkan produk unik yang mempromosikan budaya dan warisan negara itu yang heterogen, serta mengadvokasi penggunaan bahan-bahan yang bersumber secara lokal. Model direct-to-consumer juga akan membantu memperluas brand mereka.

Dia menambahkan, inisiatif pemerintah mendukung brand lokal juga mempermudah pendanaan. Inisiatif ini seperti inisiatif Atmanirbhar Bharat dalam mempromosikan kemandirian untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Tren yang muncul selama pandemi yang mendorong minat pada kesehatan dan kesejahteraan juga bukan suatu hal yang baru di India. Ini menghadirkan peluang bagi brand lokal untuk menjelajah ke pasar internasional, kata Banerjee.

Misalnya, Forest Essential, brand mewah yang berfokus pada produk Ayurveda, berhasil memasuki pasar Inggris dengan menekankan penggabungan bahan-bahan tradisional dan menonjolkan manfaat kesehatannya yang positif.

Namun, baik brand lokal maupun impor memiliki ruang untuk tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi India dan peningkatan pengeluaran diskresioner.

“Kami melihat peluang bagi brand internasional untuk berkolaborasi dan bermitra daripada bersaing. Para pemain lama di India memiliki keunggulan yaitu berupa pengetahuan distribusi, pemahaman rantai pasokan, dan pengetahuan tentang preferensi konsumen,” kata Bhattacharya.

“Sementara pendatang internasional yang baru dapat memangkas waktu dalam pemasaran secara signifikan melalui kemitraan, atau bahkan akuisisi beberapa perusahaan ini,” kata dia menambahkan.

K3Mart memadukan budaya Korea dan produk UMKM lokal dalam satu gerai

Convenience store itu menyediakan perbandingan produk impor dan produk lokal sebesar 50:50 di 30 outlet mereka.

Meningkatkan penelusuran dan efisiensi manajemen inventaris dengan barcode 2D GS1

Barcode 2D ini berfungsi sebagai penyimpanan data yang kompak.

The Coffee Bean & Tea Leaf menyeimbangkan kualitas dan kenyamanan melalui produk ritel

Mereka memperluas rangkaian produk termasuk berbagai kopi single-origin yang disesuaikan dengan preferensi pemanggangan yang berbeda.

KCG menguasai brand positioning untuk segmen premium di Indonesia

Mereka mengadopsi solusi berbasis teknologi terbaru untuk sukses mengelola 92 toko ritel di 20 kota di Indonesia.

Ini alasan brand-brand mewah meningkatkan investasi AI

Sektor ini telah menginvestasikan lebih dari $360 juta dalam AI selama tiga tahun terakhir.

Bacha Coffee menguasai retail kaya sensorik di Jakarta

Memadukan warisan dan kemewahan, Bacha Coffee Plaza Senayan menghadirkan pengalaman unik bagi pecinta kopi Indonesia.

Bagaimana WCT Malls meningkatkan penjualan tenant melalui pemasaran terarah

Melalui pemasaran terarah, mal ini meningkatkan penjualan tenant dan tingkat okupansi.

Langkah besar untuk GOPIZZA: 2.000 toko di akhir 2024

CEO GOPIZZA bertujuan menjadikan brand tersebut sebagai pizza terjangkau  dan terbaik dari Asia Tenggara ke seluruh dunia.

Peritel harus bersiap untuk ‘commerce tanpa batas’

Ahli dari KPMG memprediksi akhir dari perbedaan ritel online dan offline seiring dinamika keterlibatan konsumen.