, APAC
491 views
Photo by Pixabay: https://www.pexels.com/photo/empty-escalators-inside-building-54581/

Konsumen Asia Pasifik mencari pengalaman yang tactile

Peritel perlu menggunakan toko mereka untuk memberikan storytelling brand dan tujuan multifungsi dalam menjangkau pelanggan.

Setelah bertahun-tahun hidup online dan beradaptasi dengan gaya hidup digital, “pengalaman hyperphysical dan tactile experiences” adalah yang diinginkan konsumen di Asia Pasifik (APAC) saat ini. Perubahan perilaku konsumen ini memaksa peritel untuk meningkatkan daya tarik toko mereka dan menawarkan pengalaman interaktif kepada pembelanja yang   telah mereka definisikan ulang.

Jess Tang,senior consultant untuk APAC di firma trend forecasting WGSN, mengatakan pelonggaran pembatasan karena pandemi menyebabkan munculnya “sensory adventurers”, yaitu tipe konsumen yang mencari kesenangan dan hal baru.

“Di tengah pandemi 2022, sebagian besar konsumen menerapkan gaya hidup digital dan ritel omnichannel. Namun pada 2023, akan ada sinyal baru karena APAC (konsumen) benar-benar menyambut kembali perjalanan, kembali ke pengalaman nyata,” kata Tang kepada Retail Asia.

Saat konsumen ini kembali ke toko fisik, Tang mengatakan peritel harus mengatasi “digital fatigue" konsumen dan memberi mereka "kejadian yang tak terlupakan" melalui aktivitas langsung untuk memperkaya kehidupan mereka yang terhenti akibat pandemi.

“Sekarang saatnya untuk lebih banyak inovasi dalam kehidupan nyata,” katanya, mencatat bahwa bisnis mulai mengubah identitas brand mereka dengan berfokus pada “journey pelanggan yang interaktif”.

Salah satu cara brand dapat melakukan ini adalah dengan meningkatkan ruang toko mereka menjadi lebih sedikit tentang sales dan selling, dan lebih banyak tentang storytelling brand  dan melibatkan pelanggan dalam apa yang mereka produksi dan apa yang diperjuangkan perusahaan.

Brand juga dapat melihat desain toko yang lebih modular yang memungkinkan fleksibilitas untuk aktivitas seperti, misalnya, menggunakannya sebagai ruang galeri. Tang mencatat bagaimana beberapa brand di Korea Selatan membuat toko mereka untuk tujuan multifungsi.

Tang mengutip brand perawatan kulit yang berbasis di Seoul, Sulwhasoo, yang meluncurkan pameran karya seni internasional selama sebulan yang berfokus pada mengedukasi brand melalui budaya.

“Ini benar-benar memberikan alasan lain bagi konsumen dengan tipe sensory adventurer untuk mengunjungi toko karena bagi mereka ini adalah pengalaman budaya. Ini belum tentu tentang penjualan, tetapi sesuatu yang menyentuh keinginan atau pengalaman yang diinginkan sebagai bagian dari gaya hidup mereka,” katanya.

“Toko harus sedikit lebih gesit, responsif, dan lebih efektif,” dia menambahkan.

Nasib omnichannel

Meskipun konsumen menginginkan pengalaman di dalam toko, Tang menekankan bahwa platform omnichannel akan tetap penting, terutama untuk tipe konsumen yang disebut sebagai "phygital  connector".

Konsumen ini mengandalkan kenyamanan yang diberikan kepada mereka di era e-commerce ini. Mulai dari mendaftar online hingga berbelanja produk, mencari promo, hingga menyelesaikan transaksi melalui sistem pembayaran digital,  phygital connector menikmati kontrol tepat di ujung jari mereka.

Tetapi sementara mereka mencari berbagai macam produk dan mengakses harga terbaik secara online, mereka masih pergi ke toko untuk melihati produk demi mendapatkan informasi lebih rinci, kata Tang. “Omnichannel masih akan menjadi arah yang sangat penting bagi banyak merek yang melayani kelompok ini,” katanya.

Dengan demografi yang lebih muda yang mendorong tren sensory adventurer dan phygital connector, menghubungkan toko mereka ke metaverse adalah peluang lain yang dapat mereka manfaatkan untuk melayani generasi muda.

“Mereka mencari pengalaman yang tak terlupakan untuk memperkaya hidup mereka. Apalagi pascapandemi, mereka akan mencari kegiatan untuk menumbuhkan rasa kreativitas pribadinya. Pengalaman bermain gim atau metaverse semacam ini akan sangat penting, ”kata Tang. “Itu adalah sesuatu yang bisa dicoba oleh brand.”

Konsumen yang sadar anggaran

Konsumen juga menjadi berhati-hati tentang kebiasaan belanja mereka. Meskipun hal ini tampaknya menunjukkan penurunan penjualan untuk bisnis, namun firma riset pasar strategis terkemuka Euromonitor International mengatakan brand dapat mengubah ini menjadi peluang.

Herbert Yum, research manager di Euromonitor, mengatakan mereka mengamati bahwa menabung telah menjadi prioritas bagi konsumen, dengan hampir separuh konsumen Asia Pasifik berencana meningkatkan upaya mereka untuk menabung. Pesan yang diberikan kepada peritel adalah bahwa untuk membeli barang, pelanggan ini akan mencari penawaran dan nilai uang terbaik, katanya.

READ MORE: Three ways retailers can serve ‘budgeteers’

Untuk menjangkau konsumen tersebut, bisnis harus meninjau harga mereka dan melihat secara internal untuk melihat di mana mereka dapat mengurangi biaya. Ini bisa melibatkan restrukturisasi rantai pasokan atau mengubah model bisnis mereka.

“Kami mendorong bisnis untuk memastikan mereka mengkomunikasikan proposisi nilai brand dengan kelompok pelanggan utama mereka selama periode waktu yang menantang ini sehingga bisnis dapat mendukung dan mengatasi periode yang menantang ini bersama dengan target pelanggan mereka,” kata Yum.

Salah satu praktik bisnis untuk menarik kalangan konsumen sadar anggaran adalah langkah brand kopi premium yang dikenal menjual biji kopi segar, Victoria, yang memasuki pasar kopi instan pada 2021 dengan menawarkan produk yang lebih terjangkau tapi tetap mempertahankan kualitas.

Ada juga konsumen yang anggarannya tidak didasarkan pada kebutuhan, tetapi pada tabungan untuk hidup dengan baik, menurut Sahiba Puri, senior consultant home product di Euromonitor.

Puri menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang memanjakan diri dengan apa yang mereka inginkan, mengingat mereka membeli barang-barang tersebut dengan harga yang terjangkau. “Konsumen tidak benar-benar mengabaikan tanggung jawab finansial, tetapi mereka mencari kesenangan yang masuk akal. Mereka berhati-hati secara finansial tetapi, pada saat yang sama, memberi diri mereka izin untuk bersenang-senang sedikit,” katanya.

Loyalty program dengan fitur seperti kredit cashback dan poin reward yang dapat digunakan di masa mendatang untuk mengimbangi pembelian juga dapat menjadi elemen kunci dalam mendorong pelanggan ini untuk membeli.

Selain memikirkan kembali ukuran dan format kemasan untuk memastikan daya saing harga, Aik Lim, senior director di Meiyume, mengatakan brand  mungkin perlu meningkatkan produk mereka untuk membenarkan penyesuaian harga kepada konsumen.

Menarik pelanggan yang memprioritaskan "here and now" juga memerlukan penerapan opsi pembayaran yang fleksibel seperti buy now, pay later (BNPL), yang merupakan pengaturan yang memungkinkan mereka membagi biaya selama periode waktu tertentu. Ini membantu "mengurangi tekanan biaya" dan memperluas daya beli mereka, kata Puri.

Masuk ke sektor gim

Dengan 37% konsumen global tenggelam dalam video gim dan lingkungan virtual mereka, Tim Foulds, head of insight di Euromonitor, mengatakan bahwa bergabung dengan sektor gim adalah peluang yang dapat dimulai dengan serius oleh brand.

Menurut Foulds, gamifikasi adalah strategi utama di banyak pasar Asia karena 60% konsumen di Indonesia dan Thailand tertarik dengan video gim online dan lingkungan imersif yang mereka tawarkan. Statistik ini lebih tinggi daripada di Australia dan AS.

“Populasi gim benar-benar meningkat. Segmen yang dulunya niche segment ini sekarang menjadi peluang pasar massal, yang menawarkan peluang besar bagi semua perusahaan untuk memanfaatkannya. Perusahaan menjalankan permainan mereka, sponsor, iklan, pembelian dalam gim, dan inovasi produk adalah pendorong pendapatan utama sejauh ini,” kata Foulds.

Di Australia, misalnya, McDonald's telah mengintegrasikan gim ke dalam strateginya dengan bermitra dengan game Overwatch 2 untuk menawarkan hadiah saat membeli Big Mac melalui aplikasi MyMacca. Pembelian memberikan hak kepada pelanggan untuk skin yang dapat dikoleksi dari game.

“Brand perlu mempertimbangkan budaya permainan holistik dan bagaimana menyesuaikan penawaran tersebut untuk konsumen ini, apakah itu melalui pemasaran, gamifikasi perjalanan pelanggan, atau pembuatan produk, yang ditargetkan pada kelompok konsumen yang spesifik dan berkembang itu,” kata Foulds.

K3Mart memadukan budaya Korea dan produk UMKM lokal dalam satu gerai

Convenience store itu menyediakan perbandingan produk impor dan produk lokal sebesar 50:50 di 30 outlet mereka.

Meningkatkan penelusuran dan efisiensi manajemen inventaris dengan barcode 2D GS1

Barcode 2D ini berfungsi sebagai penyimpanan data yang kompak.

The Coffee Bean & Tea Leaf menyeimbangkan kualitas dan kenyamanan melalui produk ritel

Mereka memperluas rangkaian produk termasuk berbagai kopi single-origin yang disesuaikan dengan preferensi pemanggangan yang berbeda.

KCG menguasai brand positioning untuk segmen premium di Indonesia

Mereka mengadopsi solusi berbasis teknologi terbaru untuk sukses mengelola 92 toko ritel di 20 kota di Indonesia.

Ini alasan brand-brand mewah meningkatkan investasi AI

Sektor ini telah menginvestasikan lebih dari $360 juta dalam AI selama tiga tahun terakhir.

Bacha Coffee menguasai retail kaya sensorik di Jakarta

Memadukan warisan dan kemewahan, Bacha Coffee Plaza Senayan menghadirkan pengalaman unik bagi pecinta kopi Indonesia.

Bagaimana WCT Malls meningkatkan penjualan tenant melalui pemasaran terarah

Melalui pemasaran terarah, mal ini meningkatkan penjualan tenant dan tingkat okupansi.

Langkah besar untuk GOPIZZA: 2.000 toko di akhir 2024

CEO GOPIZZA bertujuan menjadikan brand tersebut sebagai pizza terjangkau  dan terbaik dari Asia Tenggara ke seluruh dunia.

Peritel harus bersiap untuk ‘commerce tanpa batas’

Ahli dari KPMG memprediksi akhir dari perbedaan ritel online dan offline seiring dinamika keterlibatan konsumen.