, Singapore
2286 views
313 Love, Bonito store. Photo from Love, Bonito.

Bagaimana Love, Bonito mengembangkan actionable insight dalam fesyen

CEO Love, Bonito, Dione Song, mengungkapkan strategi data brand menghasilkan peningkatan 8% dalam tingkat pembelian keduanya.

Dalam dua tahun terakhir, Love, Bonito secara akurat telah memperkirakan permintaan pembelinya, dengan rata-rata persentase error bulanan kurang dari 10%. Karena akurasi ini, merek mampu mencegah barang diproduksi berlebihan dan memangkas produk yang berkinerja buruk. Ini semua berkat tim data dan infrastrukturnya yang mapan.

Tim data dan infrastruktur internal  Love, Bonito didirikan pada 2019. Awalnya tim ini bertujuan membuat analitik yang dapat diskalakan dan membangun budaya data di dalam perusahaan.

Sekarang, tim data fokus menerjemahkan actionable insight dari data, membangun otomatisasi, dan pemodelan keputusan untuk mendorong pertumbuhan dan efisiensi di seluruh organisasi.

“Ini memungkinkan kami untuk mengidentifikasi dan membuat ulang winning design yang disukai pembeli dan pada saat yang sama, meningkatkan desain lain berdasarkan kesukaan dan preferensi pembeli. Ada juga rencana untuk menggunakan data science dan AI untuk meningkatkan pengalaman pembeli berdasarkan psikografis dan kebiasaan berbelanja online dan offline,” kata CEO Dione Song kepada Retail Asia.

“Ini penting karena dapat membantu kami membuat keputusan yang lebih baik. Data dirajut ke dalam setiap bagian dari bisnis kami, mulai dari memahami preferensi pembeli dan tren yang terus berubah hingga mendorong efisiensi dalam keputusan inventaris dan mengidentifikasi peluang baru untuk bisnis kami,” kata Vice President Data and Growth, Jane Leong menambahkan.

Strategi Data

Love, Bonito menggunakan data pihak pertama yang mencakup data transaksi, perilaku, dan survei yang dikumpulkan dari platform mereka, dan data pihak ketiga atau riset industri dan pesaing. Itu melacak lebih dari 100 atribut produk per SKU dan mengumpulkan informasi serta feedback pembeli.

Tim data melihat berbagai informasi yang mencakup atribut produk dari desain populer yang merupakan  cara untuk memaksimalkan tingkat stok di setiap toko dan keputusan untuk memilih produk apa yang harus mereka tawarkan serta bagaimana dan kapan produk tersebut harus dirilis.

Sementara itu, tim in-house design trackers bekerja dengan para desainer untuk mengidentifikasi winning design dan mendapatkan wawasan dari kinerja yang buruk.

“Dalam jangka panjang, kami mengubah insight pembeli menjadi rencana yang dapat mendorong proses desain,” kata Leong, sembari menambahkan bahwa customer lifetime value atas rasio biaya akuisisi pembeli  meningkat tujuh kali lipat.

Tren dan Tantangan

Hingga saat ini, Love, Bonito memiliki 16 toko fisik di Singapura, Hong Kong, Malaysia, Kamboja, dan Indonesia dan juga mengirim produk mereka ke 20 negara di seluruh dunia.

Meski memulai bisnis e-commerce pada 2010, tetapi mereka tetap tak luput dari gangguan pasokan akibat pandemi. Song, bagaimanapun, mengatakan bahwa ini memberikan kesempatan bagi Love, Bonito untuk mengkalibrasi ulang upaya omnichannel mereka untuk menekankan aktivasi online dan in-store karena masih adanya ketidakpastian.

“Sekarang, kami telah beralih untuk merancang pakaian rumah dan pakaian yang nyaman, seperti produk Staples (secara resmi bernama The Staples) dan Loungewear kami. Kami juga mulai memasukkan pakaian kerja ke dalam koleksi kami beberapa bulan yang lalu karena pembatasan aktivitas telah berkurang dan kami melihat lebih banyak pembeli beradaptasi dengan pakaian yang dibutuhkan untuk lingkungan work-home (hybrid),” kata Song.

Song mengatakan meskipun penting untuk memiliki saluran dan touchpoint yang diperlukan untuk menjangkau pembeli, penting juga untuk menjadi “saluran yang agnostik, berpusat pada pembeli, dan hyper-thoughtful untuk melihat tren pembeli,”. Dia mencatat bahwa pembeli mengharapkan kenyamanan dan menginginkan koneksi dan rasa kebersamaan.

Penting juga bagi brand untuk memiliki “tujuan dan sistem nilai yang otentik dan jelas” karena pembeli menjadi lebih cerdas, terutama generasi milenial dan Gen Z.

Rencana masa depan

Pasar internasional Love, Bonito secara kolektif telah mengalami pertumbuhan tiga digit dari tahun ke tahun, terutama “Hong Kong, Filipina, dan AS,” kata Song.

Dia mengatakan mereka berencana untuk meningkatkan upaya mereka di pasar internasional utama ini karena potensi mereka. Dia menambahkan bahwa mereka berencana untuk menambah toko fisik di beberapa pasar baru ini. Mereka juga menggandakan upaya di pasar omnichannel Singapura, Malaysia dan Indonesia.

Selain itu, Love, Bonito menargetkan untuk memperluas penawaran mereka dan pada Oktober meluncurkan kategori activewear. Setelah mengakuisisi merek activewear wanita yang berbasis di Singapura, butter., Love, Bonito memulai evolus female ecosystem nya yang menyeluruh dengan sister brandnya – cheak.

Love, Bonito juga menggunakan data untuk melayani pembeli. Baru-baru ini, mereka meluncurkan LBStylist, alat rekomendasi virtual pertama mereka yang dapat digunakan pembeli untuk memilih style mereka melalui survei 10 langkah tentang preferensi individu, bentuk tubuh, dan warna kulit.

Di dalam saluran yang mereka miliki  juga terdapat inisiatif baru untuk LBStylist yang mencakup kemampuan baru untuk meningkatkan rekomendasi gaya dan berpotensi mengintegrasikan touchpoint baru seperti existing personalised shopping service, Book-A-Stylist.

“Pada dasarnya, dengan menggunakan data science dan AI, kami berharap dapat mengintegrasikan pengalaman online dan in-store untuk menciptakan strategi omnichannel yang lebih menyeluruh,” kata Leong.

KCG menguasai brand positioning untuk segmen premium di Indonesia

Mereka mengadopsi solusi berbasis teknologi terbaru untuk sukses mengelola 92 toko ritel di 20 kota di Indonesia.

Mengembangkan budaya kolaborasi melalui desain generatif AI

Direktur Kreatif dwp menjawab apa yang akan terjadi selanjutnya bagi desainer dengan integrasi AI dalam arsitektur.

3 pilar yang membentuk masa depan ritel di Asia Tenggara

Peritel didorong memprioritaskan digitalisasi, inisiatif pengalaman, dan keberlanjutan untuk tetap kompetitif.

Bagaimana peritel dapat menyeimbangkan strategi omnichannel dengan preferensi konsumen terhadap toko fisik?

Kurang dari setengah konsumen APAC lebih memilih berbelanja online, tetapi kebanyakan masih bergantung pada toko fisik.

Teknologi dan personalisasi mendorong e-commerce di Indonesia

3 eksekutif ritel membandingkan catatan tentang pertumbuhan pesat e-commerce yang didorong oleh teknologi di Retail Asia Forum.

PT ABC President Indonesia mempromosikan ritel dengan kampanye personalisasi digital

COO Dwi Hatmadji menyampaikan strategi keterlibatan Gen Z dan milenial yang sukses di Retail Asia Forum 2024.

Apa yang dibutuhkan brand baru untuk sukses di pasar Asia

Sensitivitas harga tetap menjadi faktor kritis terutama dalam kategori penting seperti makanan dan minuman.

Mengadopsi ritel hyperlocal di Indonesia

Retail Asia Forum di Jakarta membahas kompleksitas penerapan strategi ritel hyperlocal di negara yang beragam seperti Indonesia.

AI mempromosikan perubahan besar dengan reinvensi korporat

Chief digital Siam Piwat Group memuji kekuatan transformatif AI dalam meningkatkan nilai pelanggan, personalisasi, dan kepercayaan brand.