Personalisasi AI mewarnai masa depan ritel
Bisnis menggunakan AI untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang kebutuhan dan preferensi konsumen demi omnichannel yang lebih sesuai.
Rekomendasi yang dipersonalisasi berdasarkan AI mengubah cara bisnis dalam pendekatan omnichannel. Hal ini membuka peluang baru untuk pertumbuhan dan inovasi.
Sibojyoti Chatterjee, direktur umum KFC Vietnam, mengatakan bahwa AI memungkinkan bisnis untuk memahami konsumen secara mendalam, menawarkan rekomendasi produk yang disesuaikan berdasarkan wawasan.
Selain itu, algoritma AI menyediakan analitik prediktif dan membantu bisnis mengantisipasi permintaan serta mengoptimalkan manajemen stok.
“Kebanyakan perusahaan melakukan perdagangan omnichannel; mereka sudah memiliki dasar-dasarnya,” kata Chatterjee kepada peserta di Retail Asia Forum yang baru-baru ini diadakan di Kota Ho Chi Minh.
“Apa yang berbeda adalah ketika inisiatif perdagangan omnichannel matang, perusahaan semakin baik melakukannya, membuat transaksi lebih mulus, dan beberapa mengimplementasikan AI yang menguatkan semua inisiatif mereka di omnichannel,” tambahnya.
Chatterjee juga menyoroti evolusi chatbot dalampercakapan, merevolusi interaksi customer da pemasaran melalui berbagai saluran.
“Pesan pemasaran yang optimal kepada pelanggan tidak hanya merubahsiapa yang kita jangkau, tetapi saluran mana yang kita gunakan untuk menjangkau mereka dan pada waktu kapan,” katanya.
Eksekutif bisnis tersebut juga menyebutkan bagaimana AI membuka analisis data yang mendalam dan mendorong pengambilan keputusan di luar kemampuan manusia.
Hal ini terjadi terutama ketika AI dikombinasikan dengan teknologi seperti machine learning,deep learning, Natural Language Processing (NLP), dan visi komputer, mendorong perubahan yang signifikan.
“AI, bersama dengan teknologi inti ini dan teknologi terkait seperti augmented reality, robotik, otomatisasi proses robotik, semua ini bersatu untuk terkadang menciptakan pengalaman yang sangat unik,” kata Chatterjee.
Dia menyebutkan, contoh yaitu Sephora yang menggunakan AI untuk mencoba produk secara virtual guna menemukan produk mana yang dipersonalisasi, sementara Nike mengoptimalkan rantai pasokannya menggunakan analitik data real-time.
Starbucks adalah salah satu yang menggunakan AI untuk mempersonalisasi interaksi pelanggan melalui aplikasinya. Kemudian, ada Amazon yang memanfaatkan AI,machine learning, dan robotik untuk manajemen inventaris yang efisien dan penetapan harga dinamis.
Tentu saja, ini tidak tanpa tantangan, sehingga Chatterjee juga membahas kekhawatiran seperti bias, masalah privasi, dan integrasi dengan sistem lama kepada audiens di forum Vietnam pada 14 Maret lalu.
“Terkadang mungkin kita tidak bisa menciptakan pengalaman yang sangat personal bagi pelanggan,” kata Chatterjee. “Pelanggan mungkin merasa bingung masuk ke dalam aplikasi dan berpikir, ‘Oh Tuhan, saya tidak benar-benar menyukai apa yang saya lihat di sana. Ini tidak benar-benar sesuai dengan selera saya.’ Semua ini bisa terjadi.”
Namun demikian, Chatterjee tetap optimisTIS tentang masa depan AI. dIAmenyebutkan perkembangan menarik seperti Apple Vision Pro dari Apple dan potensi augmented reality di sektor ritel.