Masa depan ritel Indonesia terletak pada blended approach
Para pemimpin industri membahas strategi inovatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang di Retail Asia Forum 2024.
Masa depan ritel secara tegas berakar pada blended approach yang dengan mulus mengintegrasikan aspek terbaik dari pengalaman fisik dan digital. Kesepakatan ini muncul di antara para panelis di Retail Asia Forum 2024 yang diadakan di Shangri-La Jakarta pada 16 Mei lalu.
Dipandu oleh FM Sidhartha, managing partner Trade Marketing Indonesia, diskusi panel ini menampilkan para pemimpin industri seperti Haryanto Pratantara dari PT. Kurnia Ciptamoda Gemilang, Monish Mansukhani dari PT Matahari Department Store Tbk, Marlo Budiman dari PT Lippo Malls Indonesia, dan Richard Stanlay dari K3MART.
Menekankan perlunya strategi yang menggabungkan belanja langsung dan online untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berkembang, panel ini mengutip perubahan dramatis dalam perilaku konsumen di Indonesia, peningkatan ritel berbasis pengalaman, dan strategi inovatif untuk memanfaatkan teknologi dan data.
Mansukhani menyoroti tantangan dalam meramalkan tren konsumen di industri fashion yang dinamis, dengan mencatat dampak signifikan dari kondisi makroekonomi, kemajuan teknologi, dan concern mengenai lingkungan.
"Perkembangan teknologi dan kenyamanan dalam melakukan pembelian online telah menjadi perubahan mendasar," katanya sambil menyoroti meningkatnya kesenjangan pendapatan yang diukur dengan koefisien Gini Indonesia.
Ini telah menyebabkan pengurangan pengeluaran di antara kelompok berpenghasilan rendah sementara konsumen berpenghasilan tinggi lebih fokus pada pengalaman daripada produk, katanya kepada peserta forum.
Menambahkan, Pratantara mengatakan: "Pasar ritel Indonesia sangat beragam, dengan preferensi dan kebiasaan belanja yang bervariasi di berbagai wilayah."
Dia menekankan pentingnya personalisasi dan lokalisasi dalam strategi ritel, terutama di pasar yang sangat bervariasi seperti Indonesia. "Sangat penting bagi peritel untuk memahami dan beradaptasi dengan nuansa ini untuk secara efektif memenuhi kebutuhan konsumen," katanya.
Experience economy
Stanlay dari K3MART senada dengan Mansukhani, menekankan preferensi konsumen yang semakin meningkat terhadap pengalaman. Dia mengutip popularitas brand seperti Kakafe dan Miniso, yang menawarkan pengalaman imersif yang dikombinasikan dengan strategi media sosial yang kuat.
"Orang-orang datang ke K3MART bukan hanya untuk membeli produk, tetapi untuk merasakan sedikit budaya Korea," kata Stanlay. "Toko kami dirancang untuk membuat pelanggan merasa seperti berada di Korea, memberikan pengalaman unik yang melampaui sekadar berbelanja."
Dia juga membahas pendekatan K3MART terhadap keterlibatan pelanggan. "Strategi kami melibatkan menciptakan hubungan emosional dengan pelanggan kami," katanya.
"Melalui acara tematik, demonstrasi langsung, dan tampilan interaktif, kami menawarkan pengalaman berbelanja yang menarik dan berkesan," tambahnya.
Stanlay mengutip kampanye terbaru di mana pelanggan dapat berpartisipasi dalam kelas memasak Korea, yang menarik perhatian besar dan meningkatkan traffic pengunjung.
Realitas baru
Budiman membahas perubahan signifikan dalam lanskap ritel, terutama penurunan tingkat hunian mal.
"Tingkat hunian belum sepenuhnya pulih ke level sebelum pandemi, tetapi kami telah melihat peningkatan signifikan dalam lalu lintas, dengan sekitar 15 juta pelanggan mengunjungi mal kami setiap bulan," kata presiden PT Lippo Malls, mencatat bagaimana ini berarti jumlah pengunjung tahunan sekitar 180 juta.
Strategi Lippo Malls untuk meningkatkan pengalaman pelanggan adalah dengan meningkatkan proporsi gerai F&B yang sekarang mencapai lebih dari 20% dari total tenant.
"Orang pergi ke mal bukan hanya untuk berbelanja tetapi untuk mencari pengalaman, apakah itu makanan, hiburan, atau aktivitas keluarga," kata Budiman.
Salah satu contoh yang menonjol adalah Hyundai Experience Centre di Senayan Park, yang memberikan pengunjung pandangan imersif tentang sejarah dan teknologi Hyundai, lengkap dengan kafe dan pameran interaktif. "Ini tentang menciptakan pengalaman yang berkesan yang membuat pelanggan terus kembali," katanya.
Memanfaatkan teknologi dan data
Mansukhani menjelaskan bagaimana Matahari memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman berbelanja dan mengoptimalkan operasional toko. "Kami menangkap dan menganalisis data lalu lintas untuk memahami perilaku pelanggan di dalam toko kami," katanya.
Pendekatan berbasis data ini memungkinkan Matahari untuk mengidentifikasi bagian mana dari toko yang menarik traffic paling banyak dan di mana tingkat yang kurang.
"Misalnya, selama periode belanja puncak seperti Lebaran, kami mengidentifikasi kemacetan di ruang ganti dan kasir kami," kata Mansukhani. "Kami mengatasi ini dengan menambah jumlah kasir dan mendirikan ruang ganti tambahan yang lebih tidak permanen untuk mempercepat layanan."
Strategi adaptif ini tidak hanya meningkatkan pengalaman berbelanja tetapi juga memaksimalkan peluang penjualan.
Mansukhani juga menekankan pentingnya integrasi omnichannel. "Tujuan kami adalah menyediakan pengalaman berbelanja yang mulus, apakah secara online atau di toko," katanya.
Dengan menerapkan teknologi yang memungkinkan pelanggan untuk memeriksa ketersediaan stok di seluruh toko dan gudang, Matahari memastikan bahwa pembeli dapat menemukan dan membeli produk yang mereka inginkan, bahkan jika ukuran atau warna yang mereka inginkan tidak tersedia di toko yang mereka kunjungi.
Pemanfaatan ruang dan keterlibatan pelanggan
Para panelis juga membahas cara-cara inovatif untuk memanfaatkan ruang ritel dan melibatkan pelanggan.
Budiman membagikan studi kasus dari Lippo Plaza Sidoarjo, sebuah mal kecil di Jawa Timur. "Kami melakukan traffic dan menemukan bahwa area tersebut sebagian besar dihuni oleh keluarga muda dengan anak kecil. Sebagai tanggapan, kami merombak campuran tenant mal untuk memenuhi kebutuhan keluarga-keluarga ini, menambahkan opsi hiburan seperti area bermain yang lunak dan tenant yang menarik bagi anak-anak kecil," katanya.
Perubahan strategis ini menghasilkan peningkatan signifikan dalam traffic pengunjung dan tingkat hunian, dengan mal sekarang menikmati tingkat hunian 95% dan aktivitas ramai di akhir pekan.
"Dengan memahami pelanggan kami dan menyesuaikan pengalaman mal dengan kebutuhan mereka, kami telah berhasil menciptakan destinasi yang hidup dan populer," katanya.
Blended approach
Semua anggota panel sepakat bahwa masa depan ritel terletak pada blended approach. "Ruang fisik bukan hanya tentang menjual produk; ini tentang memberikan pengalaman yang tidak bisa direplikasi secara online," kata Mansukhani menyimpulkan.
"Dengan mengintegrasikan teknologi, memanfaatkan data, dan fokus pada pengalaman pelanggan, peritel dapat berkembang dalam lanskap baru ini," katanya.
Pratantara menekankan perlunya inovasi terus-menerus. "Peritel harus lincah dan responsif terhadap perubahan permintaan konsumen," katanya. "Kemampuan untuk beradaptasi dan memperkenalkan konsep baru dengan cepat dapat membuat perbedaan signifikan dalam tetap relevan dan kompetitif."
Stanlay menambahkan, "Masa depan ritel adalah pengalaman. Pelanggan mencari lebih dari sekadar transaksi; mereka menginginkan interaksi yang bermakna dan pengalaman yang berkesan. Peritel yang dapat memenuhi ini akan memiliki keunggulan tersendiri."
Seiring dengan terus berkembangnya industri ritel, para peritel Indonesia beradaptasi dengan merangkul teknologi, mengoptimalkan pemanfaatan ruang, dan fokus menciptakan pengalaman pelanggan yang unik dan menarik.
Wawasan yang dibagikan di Retail Asia Forum 2024 memberikan peta jalan untuk menavigasi lanskap ritel Indonesia yang dinamis dan memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah.