, , Hong Kong
2105 views

Conversational commerce menyeimbangkan persaingan brand secara online

Meninggalkan konsumen dengan pertanyaan yang belum terjawab dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan $2 juta per hari.

Fiona Thia, Business Development Director TMX, sedang mencari cincin secara online. Dia hanya bisa memperkirakan ukuran cincinnya secara kasar berdasarkan tabel ukuran yang diposting di situs web toko. Kemudian ia menerima pesan dari toko tersebut yang meminta foto jarinya untuk membantu memastikan ukuran dan meyakinkan bahwa jika item tidak sesuai, dia dapat menukarnya tanpa bayaran tambahan. Thia juga menerima pesan konfirmasi untuk mengecek barang yang dikirim.

Pada akhirnya, Thia menjadi salah satu pelanggan yang puas belanja di toko tersebut. Ini merupakan hasil dari  conversational commerce yang bekerja. 

Conversational commerce fokus pada pengiriman pesan,” kata Thia kepada Hongkong Business.

Ini adalah strategi yang menguntungkan brand karena memungkinkan bisnis mengontrol strategi saluran penjualan mereka sendiri dan menurunkan tingkat pengembalian barang. Thia mencatat bahwa memproses pengembalian itu mahal dan mereka bahkan harus mencari tahu apakah barang yang dikembalikan dapat disimpan atau dibuang begitu saja.

Adopsi conversational commerce meningkat popularitasnya ketika brand memperluas kehadiran mereka secara online melalui media sosial, seperti Facebook dan Instagram.

 “Ini benar-benar tentang bagaimana memanfaatkan pengikut Anda. Itulah alasan mengapa kami percaya bahwa conversational commerce adalah lapangan bermain yang setara untuk semua brand dengan ukuran yang berbeda-beda, ”kata Thia.

Sektor tertentu, seperti kecantikan, dapat mengadopsi conversational commerce dengan mengandalkan aplikasi pesan untuk menjual produk mereka dan memiliki fitur live chat untuk menjawab pertanyaan dari pelanggan. Melalui pesan, pelanggan dapat mengirim foto mereka ke brand dan dapat menampilkan mitra ritel di layar yang merekomendasikan jenis produk yang cocok untuk mereka.

Untuk fesyen, juga dapat diadopsi karena beberapa pelanggan dapat memesan dua ukuran sekaligus, terutama ketika mereka tidak mengetahui ukurannya, dan hanya meminta salah satu barang dikembalikan segera setelah pelanggan menyesuaikan ukurannya.

Saluran yang tepat

 Saat membuka toko online atau di saluran baru, Thia mengatakan penting untuk memiliki strategi saluran yang tepat, dengan mempertimbangkan target pemirsa di setiap saluran. Dia mencatat bahwa pelanggan yang lebih muda,  lebih banyak hadir melalui media sosial. Sementara pelanggan yang sedikit lebih tua, lebih memilih berada di pasar atau mengunjungi situs web brand.

Data dari Sprout Social menunjukkan  pembeli Gen Z, atau mereka yang berusia 18 hingga 40 tahun, paling antusias melakukan pembelian melalui media sosial, khususnya di Instagram, TikTok, dan Whatsapp.

Di Hongkong, salah satu saluran terbaik untuk menjalankan commercial commerce adalah WhatsApp, mengingat itu adalah aplikasi yang paling banyak digunakan di pasar, Wakil Deputy Head E-Commerce AnyMind Group Jepang, Mai Endo, mengatakan kepada Hongkong Business.

Berdasarkan data dari Statista, WhatsApp menerima 89.600 unduhan bulanan, menjadikannya aplikasi gratis yang paling banyak diunduh dalam kategori media sosial di Hongkong di April 2022.

 Tetapi untuk brand yang hadir di berbagai platform, Thia memperingatkan mereka tidak “mengkanibalisasi” setiap saluran. Ia menekankan perlunya produk untuk dijual dengan harga yang sama terlepas dari salurannya.

Botversation saja tidak diterima

Salah satu tujuan utama melakukan conversational commerce adalah  memberi pembeli online pengalaman yang mereka miliki di toko fisik: memiliki asisten atau staf untuk memandu pembeli.

Oleh karena itu, Endo menekankan perlunya kehadiran manusia dan AI dalam conversational commerce.

Meninggalkan pelanggan ke chatbots hanya akan menyebabkan obrolan yang tidak terselesaikan, yang pada gilirannya mengakibatkan rata-rata $2 juta per hari pendapatan yang terlewat, menurut sebuah studi oleh perusahaan solusi pengalaman pelanggan, Simplr.ai.

“Chatbots hanya merekomendasikan suatu produk, tetapi tidak menjawab pembeli yang ragu apakah mereka harus membeli warna ini atau warna itu,” kata Endo, sembari menambahkan bahwa sebagai bagian dari penawaran produk mereka, AnyChat yang dimiliki perusahaan juga menyediakan staf yang bisa memberi dukungan  pada pelanggan yang beroperasi pada  jam kerja reguler.

Karena platform tersebut belum memiliki dukungan obrolan 24/7, Endo mengatakan operator dapat mengelompokkan masalah dengan "menandainya," sehingga saat pertanyaan serupa muncul lagi, dan tidak ada orang yang dapat diajak bicara, chatbot dapat menjawabnya.

Thia  berpendapat senada dengan Endo. Dia mengatakan bisnis harus memiliki seseorang yang mengelola obrolan melalui platform media sosial atau perangkat lunak yang akan memastikan pengalaman berbelanja yang lancar bagi pelanggan.

“Anda mungkin mendapatkan ratusan pesanan, dan Anda tidak ingin proses yang sangat manual untuk mencatat produk yang sedang dijual.”

Thia mengatakan operasi back-end juga harus diprioritaskan untuk memastikan produk tersedia, serta aspek pemenuhan untuk mengamankan pengiriman barang, kapanpun mereka menginginkannya.

“Ini benar-benar tentang bagaimana mampu memenuhi permintaan konsumen, karena Anda ingin memastikan pengalaman berbelanja yang lancar,” kata Thia menambahkan.

Percakapan yang luar biasa

Menurut Simplr.ai, apa yang dilihat konsumen sebagai percakapan “luar biasa” dengan brand  adalah jika mereka mendapatkan respons dalam 19 detik setelah mengobrol, dan dapat berbicara rata-rata selama empat menit.

Di sisi lain, membuat konsumen menunggu selama 47 detik setelah obrolan pertama tidak akan membuat konsumen terkesan.

Bagi mereka yang masih menggunakan  email, Simplr.ai mengatakan bahwa memberikan tanggapan yang tidak otomatis dalam atau di bawah 15 menit akan membuat brand jauh dengan pelanggan mereka.

Untuk membuat kesepakatann pembelian, Endo mengatakan bahwa brand perlu selektif dalam memilih platform conversational commerce yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan check out.

Dari percakapan ke konversi

Percakapan yang luar biasa dapat berubah menjadi konversi, dan salah satu klien Any Mind adalah buktinya.

Menurut Endo, klien mereka dalam bisnis produk perawatan kesehatan melihat pendapatan mereka tumbuh lima kali lipat setelah mengintegrasikan conversational commerce di Januari.

Sekitar 30% dari total pendapatan merek juga berasal dari aplikasi chat, kata Endo.

Selain retensi pelanggan, brand juga dapat memanfaatkan conversational commerce untuk meningkatkan strategi pemasaran mereka.

“Platform conversational commerce juga dapat mengkonsolidasikan feedback pelanggan, dan juga percakapan internal tentang riwayat pembelian dan interaksi. Dengan menggunakan histori tersebut, sebenarnya kami dapat membagi informasi pelanggan ke dalam beberapa kategori dan menggunakannya ke dalam penargetan segmen saat mengirim promosi atau pesan,” kata Endo.

 

Follow the link for more news on

KCG menguasai brand positioning untuk segmen premium di Indonesia

Mereka mengadopsi solusi berbasis teknologi terbaru untuk sukses mengelola 92 toko ritel di 20 kota di Indonesia.

Melihat lebih dekat pendekatan digital oleh The Mall Group

Mereka telah memperkenalkan layanan inovatif seperti 'chat and shop' dan 'call to order.

Mengembangkan budaya kolaborasi melalui desain generatif AI

Direktur Kreatif dwp menjawab apa yang akan terjadi selanjutnya bagi desainer dengan integrasi AI dalam arsitektur.

3 pilar yang membentuk masa depan ritel di Asia Tenggara

Peritel didorong memprioritaskan digitalisasi, inisiatif pengalaman, dan keberlanjutan untuk tetap kompetitif.

Bagaimana peritel dapat menyeimbangkan strategi omnichannel dengan preferensi konsumen terhadap toko fisik?

Kurang dari setengah konsumen APAC lebih memilih berbelanja online, tetapi kebanyakan masih bergantung pada toko fisik.

Teknologi dan personalisasi mendorong e-commerce di Indonesia

3 eksekutif ritel membandingkan catatan tentang pertumbuhan pesat e-commerce yang didorong oleh teknologi di Retail Asia Forum.

PT ABC President Indonesia mempromosikan ritel dengan kampanye personalisasi digital

COO Dwi Hatmadji menyampaikan strategi keterlibatan Gen Z dan milenial yang sukses di Retail Asia Forum 2024.

Apa yang dibutuhkan brand baru untuk sukses di pasar Asia

Sensitivitas harga tetap menjadi faktor kritis terutama dalam kategori penting seperti makanan dan minuman.

Mengadopsi ritel hyperlocal di Indonesia

Retail Asia Forum di Jakarta membahas kompleksitas penerapan strategi ritel hyperlocal di negara yang beragam seperti Indonesia.